Tahun 1973 di Perkampungan Mahasiswa Universitas Indonesia di Cibubur,
sedang berlangsung konsolidasi mahasiswa. Mereka akan menentang rencana
kedatangan Perdana Menteri Jepang, Kakuei Tanaka ke Jakarta untuk
bertemu dengan Presiden Soeharto. Di sana Kasino, Nanu, dan Rudy Badil
yang paling menonjol mengatur acara supaya ramai dan tidak menjenuhkan.
Ide penentangan Tanaka berawal saat berlangsungnya diskusi di UI pada
Agustus 1973. Pembicaranya, Subadio Sastrosatomo, Sjaffruddin
Prawinegara, Ali Sastroamidjojo dan TB Simatupang. Saat itu mereka
mendiskusikan soal peran modal asing.
Temmy Lesanpura, mahasiswa UI yang juga Kepala Program Radio Prambors
menemui Kasino, Nanu, dan Rudy Badil di dalam acara konsolidasi
mahasiswa tersebut. Ia menawari ketiganya untuk mengisi acara radio
Prambors. “Mau nggak isi acara di Prambors,” tanya Temmy. Ketiganya
setuju. Namun mereka masih bingung apa nama acara itu.
Setelah berdiskusi panjang, akhirnya mereka temukan nama acara itu:
‘Obrolan Santai di Warung Kopi’. September 1973, mereka mulai siaran.
Jam siaran setiap hari kamis malam pada jam 20.30 sampai 21.15. Tak ada
persiapan apa pun. Ide guyonan selalu ditemukan ketika akan siaran. Dan
ceritanya seenaknya saja.
Nama warung kopi disematkan sebagai tempat yang paling demokratis untuk
membicarakan hal-hal hangat di negeri ini. Konsep siaran bergaya
komunikatif dan berkesan orang kampung memang menjadi cara menarik minat
orang untuk mendengarkan siaran mereka. Untuk itu, masing-masing punya
aksen suara yang berbeda. Kasino menirukan logat China dan Padang. Nanu
dengan logat Batak, dan Rudy Badil dengan aksen Jawa.
Tahun 1974, Dono direkrut untuk bergabung di acara itu. Ia dikenal
sebagai salah satu aktivis UI. Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial (FIS,
sekarang FISIP) itu dikenal tak banyak bicara. Namun sekali berbicara,
banyak orang tertawa. Apalagi aksen Jawa-nya kental.
“Dari materinya, acara ini sering nyinggung juga tentang anti modal
asing. Tapi, sentilannya tidak kentara. Halus banget. Kita tahu, arahnya
ke masalah hangat juga,” tutur Indro.
15 Januari 1974. Saat itu Tanaka tiba di Jakarta. Mahasiswa
melangsungkan aksi unjuk rasa di Bandar Udara Halim Perdanakusuma. Tiga
pokok tuntutan mahasiswa dalam aksi itu; pertama, pemberantasan korupsi,
perubahan kebijakan ekonomi yang berkaitan dengan modal asing yang
didominasi Jepang, dan pembubaran lembaga yang tidak konstitusional.
Aksi kedatangan Tanaka kemudian meluas di beberapa tempat lainnya di
Jakarta. Ironinya, terjadi kerusuhan, pembakaran, dan penjarahan. Mobil
dan motor buatan Negeri Sakura itu, dibakar massa. Asap mengepul di
segala penjuru.
Peristiwa itu, akhirnya dikenal dengan ‘Malari 74’, kependekan dari
Malapetaka Lima Belas Januari 1974. Dari kejadian itu, diperkirakan, 11
orang meninggal, 300 orang luka-luka, 775 orang ditahan, ribuan mobil
dan motor rusak serta terbakar. Ratusan kilogram emas hilang di sejumlah
toko perhiasan.
Saat berlangsung unjuk rasa anti Tanaka, Wahjoe Sardono alias Dono
berada di antara kerumunan massa di kampus UI, Salemba, Jakarta Pusat.
Dengan membawa kamera, ia berupaya mendekati podium. Dono meraih
mikrofon, lantas menyorongkannya kepada Rektor UI Prof. Mahar Mardjono
untuk berorasi di hadapan massa.
Dono tidak hanya ikut aksi demo. Ia juga sibuk memotret semua peristiwa
aksi. Banyak wartawan yang sudah mengenalnya sebagai pelawak di Radio
Prambors. Kepada salah satu media di Jakarta, Dono mengatakan dengan
berkelakar,” Tadinya saya punya niat untuk ikut demonstrasi yang
dibayar.”
“Saya kan terkenal. Jadi kalau demonstrasi bisa cepet ngumpulin banyak
orang. Kan, lagi krisis, wajar kalau orang nyari duit,” kelakar Dono
kepada wartawan.
Dono sebenarnya ingin ikut bicara dan memberikan lawakannya untuk
menghibur massa. “Tapi. Tidak diberi mikropon, jadinya batal.”
Sehari sebelum kejadian, Indro baru pulang dari Filipina menjadi
kontingen Indonesia untuk acara Jambore Internasional. Tiba di Bandar
Udara Kemayoran, Indro kaget. Banyak tentara. “Gue pikir, kontingen
pramuka disambut. Hebat banget,” kenang Indro. Saat itu ia masih kelas 1
SMA.
Dalam kontingen, turut serta anak Pakubuwono. Indro diminta menjaganya.
Semua anggota Pramuka dibawa masuk ke dalam ruangan VIP. Lantas langsung
dilarikan ke rumah kediaman Pakubuwono di Jalan Mendut, Menteng. Indro
memilih pulang ke rumahnya. Firasat Indro, akan ada kejadian luar biasa
di Jakarta. “Seharusnya kontingen dimasukan dulu ke karantina,”
tuturnya.
“Besoknya gue baru tahu, kalau ternyata ada demo besar-besaran dan terjadi pembakaran.”
Jakarta mencekam. Di kampus UI, Salemba sudah ramai pengunjuk rasa.
Indro berjalan kaki dari rumahnya ke kampus UI Salemba. Di sana, ia
melihat situasi yang mengerikan. Pembakaran mobil dan motor banyak
dilakukan di jalan-jalan. “Saya juga sempat nolong orang tua yang
ketakutan,” tuturnya.
Sementara itu Kasino juga berada di antara massa yang berada di Bandar
Udara Halim. Saat itu, dia menjabat sebagai Wakil Senat Mahasiswa FIS
UI. Massa mahasiswa dan polisi sudah saling berhadapan. Polisi anti
huru-hara dipersenjatai tameng rotan dan alat setrum. “Ye…beraninya pake
setrum,” tutur Kasino.
Tiba-tiba, polisi menyerang pengunjuk rasa. Kasino dikejar-kejar sampai
ke komplek Angkatan Udara yang tak jauh dari Bandara. Ia terpojok.
Dengan posisi itu, Kasino mengatakan, “Jangan pukul dong pak. Saya kan
cuma ikut-ikutan.” Kasino tidak jadi dipukul.
Masa-masa itu telah berlalu. Usai peristiwa Malari 1974, Warkop Prambors
tetap mengudara dengan guyonan lucunya. Tahun 1976, barulah Indro
bergabung. Ia sudah mengenal empat anggota Warkop Prambors. Maklum,
rumahnya dekat dengan studio. Jika ada yang siaran sendiri, ia yang
menemaninya. Saat itu, Indro masih kelas 3 di SMA 4 Jakarta.
Di radio Prambors, Indro bukan orang baru. Rumahnya berdekatan dengan
radio itu. Nama Prambors diambil dari gabungan jalan di kawasan Menteng.
Kepanjangan dari Jalan Prambanan, Mendut, Borobudur dan sekitarnya.
Awalnya disematkan untuk Rukun Tetangga (RT) di sekitar situ.
Julukannya, RT Prambors.
Saat itu, Radio Prambors hanya amatiran. Kakak sepupunya, Yudi, salah
satu orang yang mendirikan sebelum radio itu akhirnya berubah fungsi
menjadi radio bisnis. “Pas siaran, gue juga yang sering nemenin
penyiarnya,” ujarnya.
Kasino yang mengajak Indro untuk mulai permanen di acaranya. Saat itu,
sedang ada pertandingan softball. Indro menjadi pemain sekaligus tukang
soraknya. “Ndro, nanti malam elu mulai permanen. Mau nggak?” Tanya
Kasino seusainya. Indro langsung menerima ajakannya. Tak hanya di acara
itu, Indro mulai diajak show Warkop.
Formasi acara obrolan di warung kopi menjadi lima orang. Kasino, Nanu,
Rudy Badil, Dono, dan Indro. Tak ayal, acara ini kian ramai.
Masing-masing punya perannya sendiri. Kasino kadang berganti nama
menjadi Acing dan Acong dengan logat China. Nanu menjadi Poltak yang
beraksen Batak. Rudy Badil berganti nama menjadi Mr. James dan Bang
Kholil.
“Gue berperan sebagai Mastowi, Ubai dan Ashori dengan aksen Purbalingga. Sedangkan Dono sebagai Mas Slamet,” kata Indro.
“Pokoknya, semua isi obrolan bebas banget. Tentang apa aja,” kata Indro.
Nama kelompok mereka disebut dengan julukan Warkop Prambors. Pentas kali
pertama tahun bulan September 1976, saat pesta perpisahan SMP 9 Jakarta
di Hotel Indonesia. Hasilnya dikatakan belum berhasil. Semua personil
gemetaran. Mereka dapat honor transport Rp20 ribu. Indro belum
bergabung.
Pentas kali pertama Indro di acara SMP 1 Cikini, Jakarta. Sebelum
pentas, Dono harus mojok dulu untuk menenangkan dirinya. Rudy Badil,
menolak mentas. “Badil dikenal demam panggung,” ujarnya. “Kalau Dono,
harus pelajarin dulu materi guyonannya. Sebelum pentas, Dono ngumpet.”
Tak lama kemudian, Warkop diundang di acara IDI (Ikatan Dokter
Indonesia). Mereka bertemu dengan Mus Mualim, seorang pemain musik
‘Indonesia Lima’. Mus berencana membuat acara untuk tahun baru 1977 di
TVRI alias Televisi Nasional Indonesia. Warkop ditawarin untuk nyanyi
bareng oleh Mus Mualim. Nama acaranya Terminal Musikal, tempat anak muda
yang mangkal di TVRI .
“Yang brengsek itu Nanu. Pas pentas di IDI itu. Ia malahan nggak jelas
keberadaannya. Nggak tahu, ia ngumpet di mana,” kisah Indro.
“Mentas cuma bertiga. Gue, Dono, ama Kasino. Dono aja masih gugup. Jadi tinggal gue ama Kasino yang peran abis-abisan.”
Dari situlah, Warkop Prambors mulai dibesarkan. Semua media di
Indonesia, banyak membicarakan kelompok lawakan ini. Guyonan Warkop
akhirnya dikasetkan. Ada sembilan kaset. Kaset pertamanya berjudul
cangkir kopi. Direkam langsung saat pementasan di Palembang. Di kaset
kelima berjudul Pingin Melek Hukum. Indro berperan sebagai mahasiswa
penyuluh hukum, sedangkan Kasino dan Dono sebagai warganya.
Ketenaran di radio dan di pementasan membuat Hasrat Juwil, eksekutif
produser PT. Bola Dunia melirik Warkop Prambors. Hasrat yang juga anak
Prambors, menghubungi Warkop untuk bermain film. Soal skenario, Warkop
diberikan kebebasan. Honor pertama untuk Warkop Rp15 juta. “Uang itu,
kami bagi rata,” ujar Indro.
Film pertamanya berjudul; Mana Tahan di produksi tahun 1979. Artis
perempuannya Elvy Sukaesih. Film terakhirnya berjudul; Pencet Sana
Pencet Sini, dibuat tahun 1994. Artis pendukungnya, Sally Marcellina dan
Taffana Dewi. Selama 15 tahun itu, Warkop telah membintangi 34 film.
Beberapa perusahaan film yang pernah melibatkan Warkop, antara lain PT.
Nugraha Mas Film, PT. Parkit Film, dan PT. Garuda Film. Sejak tahun
1985, akhirnya diambil alih oleh PT. Soraya Intercine Film yang dimiliki
oleh keluarga Soraya. Saat itu direkturnya, Raam Soraya.
“Raam sangat membantu keluarga Warkop. Sampai sekarang pun, ia tetap
memperhatikan anak-anak kami. Ia juga, masih ingin bekerja sama dengan
Warkop,” ujar Indro.
Tahun 1983, hari yang sangat menyedihkan bagi Warkop, Nanu bernama asli
Nanu Mulyono, meninggal dunia akibat sakit ginjal. Dikuburkan di TPU
Tanah Kusir, Jakarta. Ia hanya sempat memerankan beberapa film saja.
Sedangkan Rudy Badil, tidak pernah sama sekali terlibat dalam pembuatan
film. Warkop akhirnya tinggal bertiga, Dono, Kasino Indro.
Nama Warkop Prambors akhirnya berubah menjadi Warkop DKI. Embel-embel
Prambors dilepaskan untuk menghindari pembayaran royalti kepada Radio
Prambors.
“Dulu sempat ada permainan anak-anak yang menyebutkan istilah DKI dengan
nama Dono, Kasino, Indro. Kita kaget. Kok ada permainan yang dikarang
oleh anak-anak dengan nama kami. Kenapa kita tidak pake aja nama DKI”
tutur Indro.
Sejak itulah mereka bersepakat menambah DKI di depan kata Warkop
“Akhirnya, berganti deh menjadi Warkop DKI. Terus diplesetin lagi, DKI
itu kependekan dari Daerah Khusus Ibukota.” Indro tertawa.
Film yang dibintangi Warkop DKI semakin menarik perhatian masyarakat.
Semua orang membicarakannya. Film yang mereka bintangi pun menjadi film
Indonesia termahal dan paling laris.
Era tahun 1980-1990, perfilman Indonesia berada di puncaknya. Di antara
begitu banyak film yang diproduksi pada saat itu, film yang dibintangi
Warkop DKI dan Rhoma Irama, merupakan dua film yang selalu ditunggu oleh
penonton.
Pada masa jayanya, film Warkop DKI tidak hanya ditayangkan bioskop
lokal. Jaringan bioskop untuk orang kelas menengah ke atas, Teater 21,
sering menayangkan film mereka. Tak hanya itu, di kampung-kampung
diadakan ‘layar tancap’ yang menayangkan film Warkop DKI. Masyarakat pun
berbondong-bondong untuk selalu menjadi tontonan menarik bagi
masyarakat.
“Kita punya kelas penonton sendiri. Semua orang di Indonesia, selalu membicarakan kelompok Warkop DKI,” kenang Indro.
Dengan semakin terkenalnya, Warkop banyak mendapat undangan ke daerah di
seluruh Indonesia. Kisah yang tidak terlupakan, kenang Indro, saat
berkunjung ke Timika, Papua.
Masyarakat di sana memadati lapangan dengan mengenakan koteka. Selama
berlangsung dialog lawakan, tak ada satu pun warga yang tertawa. “Kami
bingung,” tuturnya. Koteka adalah alat penutup kemaluan untuk pria. Di
buat dari buah labu. Isi dan bijinya dibuang dan dijemur. Setelah
kering, baru bisa dijadikan penutup kemaluan.
Tiba-tiba Dono berinisiatif. Ia berlari-larian dengan gayanya yang lucu
di atas panggung,” Indro memperagakan gaya Dono kepada saya. Gaya Dono,
tiru Indro, bergoyak dan melenggokan tubuh sambil tertawa-tawa.
“Saya dan Kasino, ikutan juga bergaya kayak Dono. Eh…penonton baru pada ketawaan,” kenang Indro sambil tertawa.
Kocak Warkop DKI selalu ramai oleh penonton. Kelompok ini, tidak pernah
surut dari zaman dan tidak pernah sepi dari kelucuan. Di mana ada
Warkop, disitu orang tertawa.
Salut buat WARKOP DKI ...
BalasHapusDv
BalasHapusGue bnr2 suka ama lawakan dan celetuk2annya warkop DKI
BalasHapusWarkop DKI selalu ramai dan filmya selalu banyak penontonnya
BalasHapusAssalammualaikum, terima kasih infonya.!
BalasHapusnumpang link Cara Mengobati Rheumatoid Arthritis Secara Alami
akan selalu terkenang warkop dihati kami
BalasHapusInformasi dan Referensi seputar Warkop DKI hanya di:
BalasHapusWebsite Resmi Warkop DKI - www.warkopdki.org
terimakasih atas infonya, jangan lupa kunjungi website kami di http://bit.ly/2nPYhzK
BalasHapus